Pada awal abad ke-22, sebuah perusahaan "raksasa" Buy N Large (BnL) menguasai
perekonomian di Bumi, termasuk pemerintahan. Akibat dipenuhi sampah yang tidak
didaur-ulang, maka Bumi menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik,
sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam. Untuk mencegah kepunahan
manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO Buy N Large, melakukan
pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di atas armada kapal luar angkasa eksekutif
bernama axiom yang menyediakan setiap keperluan manusia, dan dilengkapi dengan robotrobot
yang semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan manusia.
Ratusan-ribu unit robot penghancur sampah yang dinamai dengan WALL•E ditinggalkan di
Bumi untuk membersihkan Bumi. Robot-robot tersebut diprogram untuk memadatkan dan
menumpuk sampah-sampah elektronik yang telah memenuhi seluruh daratan di Bumi, agar
memudahkan untuk peleburan. Tumpukan sampah-sampah elektronik telah dipadatkan dan
dikumpulkan oleh robot-robot WALL•E, tumpukan sampah tersebut telah setinggi gedung
pencakar langit. Namun, proyek ini dibatalkan karena Forthright memperkirakan bahwa pada
tahun 2110 Bumi sudah terlalu tercemar dan sudah tidak memungkinkan untuk dihuni oleh
manusia. Pada tahun 2815, kira-kira 700 tahun kemudian, hanya satu WALL•E yang masih
berfungsi.
Berabad-abad kehidupan telah dilalui oleh WALL•E, sehingga ia memiliki kecerdasan yang
lebih baik dan rasa keingin-tahuan. Ia gemar mengoleksi barang-barang yang menarik di
tumpukan sampah yang memenuhi Bumi, mengambil onderdil untuk suku cadangnya dari
WALL•E lain yang sudah tidak aktif. Ia sering menonton film musikal tahun 1969 yang
berjudul Hello, Dolly! dari kaset video. Video lainnya yang ia nikmati adalah Put on Your
Sunday Clothes, dan adegan berpegangan tangan dalam video "It Only Takes a Moment"
yang mengajarnya memiliki perasaan.
Pada suatu hari, WALL•E menemukan sebuah bibit tumbuhan, lalu menanamnya dalam
sebuah sepatu usang. Tidak lama kemudian, sebuah kapal luar angkasa mendarat di Bumi dan
mengeluarkan EVE (Elissa Knight), sebuah robot perempuan yang dikirim oleh pesawat
raksasa yang bernama Axiom, ia diprogramkan untuk mencari tanda-tanda kehidupan flora di
Bumi. WALL•E jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya, EVE juga mengagumi
kepribadian WALL•E. Sungguh disayangkan, ternyata cinta WALL•E tidak terbalaskan,
karena EVE diprogramkan untuk mencari keberadaan tumbuhan di Bumi. Saat WALL•E
menunjukkan bibit tumbuhan yang ditemukannya kepada EVE, EVE menyimpan bibit itu ke
dalam tubuhnya, setelah itu EVE menjadi non-aktif secara otomatis. WALL•E berusaha
melindungi tubuh EVE yang tidak berstatus non-aktif sampai EVE diambil kembali oleh
pesawat yang mengantarnya ke Bumi. Dengan rasa gelisah dan panik, WALL•E mengejar
pesawat itu. WALL•E berhasil menyusup ke dalam pesawat Axiom.
Setelah berabad-abad hidup dalam mikrogravitasi, manusia di pesawat Axiom banyak
kehilangan kalsium, sehingga membuat mereka menjadi sangat gemuk dan tidak mampu
berdiri atau berjalan. Aktivitas manusia sepenuhnya dilayani oleh robot. Pilot pesawat Axiom
adalah Kapten B. McCrea (Jeff Garlin) juga memerintahkan segala tugasnya kepada sistem
autopilot pesawat yang bernama AUTO (suara program MacInTalk). Saat WALL•E
mengikuti EVE ke dalam kapal, kelakuannya yang tidak biasa, menyebabkan manusia dan
robot bertindak tidak seperti biasanya. Khususnya M-O, robot dekontaminasi yang
diprogramkan untuk membersih setiap pencemaran di dalam pesawat , ia mengejar WALL•E
P
supaya ia dapat membersihkan kotoran asing yang bersumber dari Bumi, dan dua orang
manusia bernama John (John Ratzenberger) dan Mary (Kathy Najimy) yang sebelumnya
hanya melihat melalui media elektronik berupa monitor, sehingga mereka melihat
pemandangan secara langsung karena WALL•E membuat mereka terlepas dari monitor yang
terpasang di tempat duduk mereka.
Setelah sampai di dalam pesawat, EVE diaktifkan kembali dan diprogram untuk mengantar
bibit tadi kepada McCrea agar diletakkan dalam alat pendeteksi yang dinamai holo-detector.
Alat tersebut adalah sebuah mesin pendeteksi yang berfungsi memberikan informasi bahwa
manusia dapat kembali hidup di Bumi, dan akan mengembalikan manusia ke Bumi secara
otomatis setelah mendeteksi bibit tadi yang merupakan pedoman yang memungkinkan
manusia untuk kembali hidup di Bumi. Sewaktu akan mendeteksi tumbuhan yang terdapat
dalam tubuh EVE, bibit itu hilang. EVE dianggap telah rusak dan dikirim ke bagian
perbaikan robot bersama WALL•E. Saat EVE diperiksa, WALL•E menyangka EVE akan
dihancurkan oleh mesin pemeriksa tersebut, lalu ia merampas senjata plasma EVE dan
menembakkannya, sehingga membebaskan robot-robot rusak lainnya di ruang perbaikan.
Tindakan WALL•E menjadi ancaman bagi setiap penghuni pesawat Axiom, EVE dan
WALL•E menjadi buronan yang dianggap robot berbahaya. EVE yang tidak tahan dengan
sikap WALL•E, mencoba mengantarnya kembali ke Bumi dengan menggunakan sebuah
kabin.
Saat asisten utama McCrea (GO-4) tiba dan menyimpan bibit yang hilang itu ke dalam kabin;
GO-4 yang mencurinya tanpa diketahui McCrea. Melihat bibit tersebut, WALL•E memasuki
kabin tempat diletaknya bibit tersebut. GO-4 akan menghancurkan kabin tersebut dengan
mengaktifkan program penghancuran secara otomatis sehingga akan meledak setelah
hitungan mundur 20 detik. Saat itu WALL•E berada di dalam kabin tersebut, namun
WALL•E berhasil meloloskan diri bersama bibit itu sedetik sebelum musnahnya kabin tadi.
EVE lega karena WALL•E menyelamatkan bibit itu dan mereka terbang dengan bahagianya
di angkasa sekitar pesawat Axiom.
EVE dan WALL•E mengembalikan bibit itu kepada McCrea. Kapten McCrea ingin
mengetahui bagaimana keadaan Bumi pada saat ini, lalu McCrea memutar rekaman yang
direkam oleh kamera yang terpasang pada EVE, yang membuat EVE menyaksikan usaha
WALL•E melindunginya ketika ia dalam status non-aktif. Akhirnya, EVE juga jatuh cinta
pada WALL•E. Terpesona oleh gambar-gambar kehidupan zaman dulu di Bumi sebelum
berdirinya Buy N Large, McCrea perihatin melihat kerusakan alam di Bumi yang
digambarkan dalam rekaman EVE. Kemudian McCrea merencanakan agar manusia kembali
ke Bumi untuk memulihkan segalanya. Namun, AUTO menegaskan bahwa manusia tidak
boleh kembali ke Bumi, lalu ia terpaksa menampilkan tayangan berupa rekaman Shelby
Forthright yang memerintahkan semua autopilot agar tidak mengembalikan manusia ke
Bumi, karena proyek pembersihan yang diusahakan telah gagal. AUTO yang dirancang untuk
menuruti perintah tersebut, memberontak dan membuang bibit tumbuhan tersebut. Dalam
memperebutkan bibit itu, AUTO dengan ganasnya menyerang WALL•E yang mencoba
melindungi bibit itu dan menekan tombol non-aktif di badan EVE. WALL•E dan EVE
dibuang ke tempat pembuangan sampah bersamaan dengan bibit tadi, dan mengunci McCrea
di dalam kamarnya.
Di tempat pembuangan sampah, EVE kembali aktif setelah sebuah tombol yang ada di dada
EVE tersentuh oleh serangga. EVE berusaha mencari WALL•E, setelah menemukannya
EVE melihat WALL•E telah rusak berat. Ia berusaha memperbaiki WALL•E, tapi usahanya
sia-sia karena tidak ada komponen tubuh WALL•E yang cocok dengan yang ia temukan.
Pada saat proses pembuangan sampah diaktifkan, gerbang pembuangan terbuka. Saat itu juga
datang M-O yang mengejar WALL•E karena ingin membersihkan kotoran asing yang
melekat di tubuh WALL•E. Kemudian M-O terjepit gerbang yang tertutup setelah sampah
beserta WALL•E dan EVE dikeluarkan dari tempat pembuangan. Gerbang tidak sepenuhnya
tertutup karena M-O terjepit pada gerbang saat mengejar WALL•E untuk membersihkan
kotoran asing. Kesempatan ini digunakan oleh EVE untuk menyelamatkan diri dari
pembuangan.
Setelah berhasil menyelamatkan diri dari tempat pembuangan sampah dengan bantuan M-O,
EVE menolak perintah otomatis yang telah diprogramkan untuk membawa bibit ke pesawat.
Ia masih berusaha untuk memperbaiki WALL•E, tapi WALL•E berharap EVE menuruti
perintah tersebut sambil mengingatkan EVE jika seandainya mereka berhasil kembali ke
Bumi, WALL•E dapat diselamatkan dengan suku cadang yang disimpannya.
WALL•E dan EVE membawa bibit tadi untuk diletakkan di mesin pendeteksi yang ada di
pesawat Axiom dengan bantuan M-O. Mereka berdua dibantu McCrea yang menyuruh
mereka agar cepat ke mesin pendeteksi tersebut, mereka juga dibantu robot-robot rusak yang
membantu mereka dengan melawan robot-robot penjaga. McCrea membohongi AUTO
dengan mengatakan bahwa bibit itu ada padanya, dengan mengelabui AUTO melalui visual
dari monitor. Kemudian AUTO mendatangi McCrea, lalu mereka berkelahi. McCrea berhasil
mengaktifkan mesin pendeteksi, mengakibatkan AUTO memiringkan posisi Axiom,
mengakibatkan manusia-manusia yang tidak dapat berjalan menjadi berjatuhan dan
tertumpuk di sudut pesawat. Auto mencoba menutup mesin pendeteksi tersebut, namun
ditahan WALL-E dengan mengorbankan tubuhnya. McCrea berusaha untuk berdiri dan
berjalan untuk mendekati dan mengalahkan AUTO. Pada saat perkelahian dengan AUTO,
McCrea melihat tombol merah yang terbuka di bagian tubuh AUTO. Lalu McCrea menekan
tombol tersebut, sehingga AUTO yang merupakan pengendali pesawat Axiom menjadi
berstatus manual. McCrea dapat dengan sepenuhnya mengendalikan AUTO, dan
mengembalikan posisi Axiom ke posisi semula. Akhirnya, bibit berhasil dimasukkan ke
dalam mesin pendeteksi (holo-detector), dan melepaskan WALL•E yang bertambah rusak
karena terjepit mesin pendeteksi yang akan menutup. Setelah bibit tadi dimasukkan ke dalam
holo-detector, pesawat Axiom menuju ke Bumi dengan kecepatan cahaya.
Setelah mendarat di Bumi, EVE bergegas memperbaiki dan menghidupkan kembali
WALL•E dengan menggunakan suku cadang yang ada di tempat tinggal WALL•E.
Sayangnya, WALL•E telah rusak berat dan hampir semua komponennya ditukar oleh EVE
dengan yang baru. Meskipun WALL•E telah diperbaiki dengan sempurna, tapi WALL•E
bukanlah WALL•E yang dikenal EVE. WALL•E telah menjadi WALL•E yang diprogram
untuk mengerjakan tugasnya dan tidak memiliki perasaan dan ingatan yang dimiliki
WALL•E yang EVE kenal. EVE sedih karena WALL•E yang dicintainya sudah tiada, EVE
memegang tangan WALL•E lalu menempelkan kepalanya ke kepala WALL•E (bermakna
ciuman). Percikan listrik dari “ciuman” tadi memulihkan ingatan dan kepribadian WALL•E,
lalu dia dapat mengingat EVE dan bahagia karena dapat berpegangan tangan dengan EVE.
Manusia dan robot bekerjasama dalam memperbaiki kehidupan di Bumi dengan harapan
baru, di bawah pimpinan McCrea. Akhirnya, kehidupan yang normal dapat dinikmati kembali
oleh manusia. Seiring waktu dan kerjasama manusia dengan robot, Bumi kembali normal
seperti sedia kala. Mengenai kelanjutan kehidupan manusia beserta para robot di Bumi, dapat
dilihat pada lukisan-lukisan yang terdapat pada kredit penutup dalam film animasi ini.
HOMO HOMINI LUPUS DAN HOMO HOMINI SOCIAL
A. Homo Homini Lupus
Thomas Hobbes (1588-1679) mempunyai pendapat bahwa kecenderungan manusia bersikap
memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain. Homo homini lupus! (manusia adalah serigala
bagi sesamanya). Homo homini lupus merupakan ungkapan gejala sikap “manusia cenderung
seperti serigala”, simbul kekerasan terhadap manusia yang lain dan saling memangsa, dimangsa
atau menjadi mangsa, meskipun pada dunia nyata serigala tidak memangsa serigala yang lain.
Dulu saya tidak sependapat dengan pernyataan Hobbes dan lebih setuju dengan pendapat
“manusia adalah makhluk sosial”. Namun setelah mengamati fenomena yang terjadi di
masyarakat sekarang tenyata lebih cocok dengan pendapat Hobbes.
Sepanjang perjalanan pulang kerja Jum’at 4 Nopember 2011 dalam cuaca hujan deras saya
melakukan kontemplasi sambil mengingat kejadian masa lampau dan kejadian beberapa hari
terkahir. Pendapat Hobbes berdasarkan pengalaman dari peristiwa berikut nampaknya relevan
di masa sekarang.
Ketika saya melakukan perjalanan ke hutan belantara, puncak gunung, menyeberangi sungai,
lautan tidak pernah takut dengan ancaman binatang buas yang hidup di hutan atau di laut.
Namun seringkali yang menjadi pertimbangan agar selalu waspada adalah potensi ancaman dari
manusia jahat.
Saya melihat rumah yang didirikan di pinggiran hutan tidak sekokoh rumah yang didirikan di
tengah kota. Di komunitas masyarakat yang hidup di desa, dekat hutan, ancaman dari binatang
buas atau manusia yang jahat lebih kecil daripada masyarakat yang hidup di perkotaan.
Meskipun tidak ada binatang buas, faktanya rumah masyarakat yang hidup di perkotaan
didirikan dengan kokoh, pagar tinggi, untuk mengantisipasi ancaman dari manusia jahat. Bahkan
sekedar untuk berbagi dengan sesama manusia agar dapat melihat keindahan arsitektur rumah
mereka saja tidak bisa, karena tingginya tembok yang menutup halaman, bangunan rumah
mereka, apalagi berbagi kekayaan kepada manusia lain yang kekurangan.
Beberapa detik sebelum pulang pada hari Jum’at kemarin saya dapat kabar dari teman tentang
pejabat di Jakarta yang dua rumahnya digrebek aparat hukum karena dugaan kasus korupsi Rp
12 miliar, Si pejabat tidak ada di rumah karena sedang melakukan ibadah di tanah suci. “Kok
bisa? Kok bisa?” Begitu pertanyaan dalam hati yang mengawali langkah menuju rumah. Kok
bisa? Kenapa? Alasan pertama karena korupsi kejamnya melebihi serigala betulan yang tidak
menumpuk makanan kecuali yang mampu serigala makan saat itu juga. Korupsi mengakibatkan
hak manusia yang lain dirampas dan tidak sedikit bayi yang kurang gizi dan meninggal tidak
dapat dibiayai oleh negara karena uang negara dikorupsi. Alasan kedua kok bisa Si pejabat
tersebut menjadi serigala berbulu domba, setelah korupsi kemudian beribadah ke tanah suci.
Perjalanan ketika cuaca hujan seringkali menghambat pandangan pengendara dan jalan aspal
yang tergenang air hujan pengendara mengurangi kecepatan, sehingga karena kehati-hatian
bahkan membuat sedikit kemacetan. Dalam situasi seperti itu, pengendara lebih banyak yang
tidak sabar, sekedar untuk memberi kesempatan pejalan kaki yang akan menyeberang. Saling
serobot, dari kiri-kanan, klakson dibunyikan dengan nada kemarahan. Tidak kah mereka dapat
berhenti sejenak untuk memberi kesempatan pada manusia lain jika manusia itu makhluk
sosial? Tapi itulah fakta sekarang.
Sampai di rumah saya nonton TV sebentar dan ada teks berjalan di bawah gambar, Duhh…
“Pelapor Pencurian Pulsa Dianiaya dan Minta Perlindungan LSPK”, kejahatan hendak menguasai
dunia. Semula saya berniat setelah sampai di rumah hendak menghentikan renungan dan
bercanda dengan anak-anak tercinta, karena homo homini lupus telah mengisi monolog
sepanjang jalan, namun teks di TV, membangkitkan ingatan akan posting sebelumnya di blog,
“Cara Terbaru Sedot Pulsa”. Tentu artikel tersebut akan menyinggung operator telekomunikasi
(si kuning, sinyal kuat) yang telah memangsa pulsa saya secara tak bermoral dan terangterangan.
Mengungkap kecurangan korporasi besar, sama artinya saya memancing ribuan
serigala untuk memangsa dengan cara lebih kejam kepada ancaman fisik seperti yang dialami
pelapor pencurian pulsa.
Tapi ya sudahlah, di saat tidak punya apa-apa, punya kelemahan, justru yang timbul adalah
keberanian melawan kejahatan, kecurangan manusia yang lain sekecil apapun. Kejujuran dan
keberanian yang pernah dimikili meskipun sedikit jangan pernah digadaikan, apalagi dijual.
Apabila semakin sedikit orang yang melawan kecurangan dan kejahatan, di suatu saat nanti
bumi ini tidak lagi nyaman untuk tinggal anak cucu kita. Ayo lawan siapa pun juga yang
melakukan kecurangan, kejahatan!
MENURUT Nicolaus Driyarkara, tokoh pendidikan filsafat di Indonesia, eksistensi manusia
dalam hubungannya dengan sesama adalah homo homini socius, manusia adalah kawan atau
rekan bagi sesamanya. Karena itu, keinginan dan usaha untuk menghabisi sesama dalam
persaingan berdarah, bahkan usaha meniadakan sesama dengan menghilangkannya lewat
iklim hidup sosial yang kejam-keji, yaitu homo homini lupus, di mana manusia saling iri,
dengki, mencakar, dan membunuh, harus ditolak. Konsekuensi logis tesis manusia adalah
karib bagi sesamanya, dalam konteks kehidupan politik, adalah ditolaknya perilaku "rakus"
mirip "serigala" dari para politisi yang tidak segan menggunakan kekerasan dan
menumpahkan darah rakyat tidak berdosa demi kekuasaan politik.
Para politisi dituntut lebih mampu menguasai diri dari naluri destruktif melalui proses
humanisasi (pemanusiaan) apaapa yang membuatnya ganas, brutal, dan mau berkuasa liar.
Nalar "serigala" harus diganti dengan nalar "manusiawi". Dalam situasi budaya politik masa
kini yang serba pragmatis-materialistis, para politisi harus mampu menampilkan
eksistensinya sebagai manusia (subyek) yang sadar diri, bermartabat, dan tidak bisa digilas
godaan politik uang dan kekuasaan.
Nalar "manusiawi" dalam pola berpolitik, berpartai, dan bernegara mengejawantah pada
terbentuknya komitmen (konsensus) bersama dari seluruh stakeholder politik dan kekuasaan
untuk meletakkan esensi politik sebagai usaha mewujudkan "kebaikan bersama".
Sebagaimana dikemukakan Aristoteles, politik merupakan asosiasi warga negara yang
berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan
bersama seluruh masyarakat. Kebaikan bersama (kepentingan publik) itu, menurut
Aristoteles, memiliki nilai moral yang jauh lebih tinggi daripada kepentingan individual
maupun kelompok.
Dengan begitu, seluruh bentuk aktivitas politik sebagai derivasi homo homini socius masuk
dalam lokus kebudayaan. Kebudayaan di sini diartikan keseluruhan proses pemekaran bakat,
energi, dan kemampuan kreatif manusia yang membuatnya sejahtera dalam hubungan
vertikal (transendental) maupun horizontal (kemanusiaan). Ruang kebudayaan inilah yang
akan memberi guidance politisi menghapus kosakata "musuh politik" diganti "kompetitor
politik", "cinta diri" digantikan dengan "cinta sesama", sebutan "wong liyan" dengan
"saudara", konsepsi "takhta untuk uang" diganti "takhta untuk rakyat" dan sebagainya.
Jalan menuju ke arah itu, menurut Driyarkara, hanya bisa ditempuh melalui dua cara,
hominisasi dan humanisasi. Hominisasi dimaknai sebagai sebuah proses panjang dari
kandungan, kelahiran, sampai kematian yang berlangsung sebagai proses perkembangan fisik
biologis kian mematangkan diri untuk menjadi manusia. Adapun, humanisasi sebagai tindak
lanjut proses hominisasi terkait lekat pembudayaan diri dan lingkungan pematangan diri
secara fisiologis dan kultural dalam memberi arti dan merajut makna secara simulta.
CITA-cita humanisasi politik, secara kultural maupun struktural berpijak pasti dan tegas pada
visi kemanusiaan manusia sebagai rekan bagi sesamanya. Untuk itu, para politisi harus
bersedia melakukan revolusi radikal dalam cara berpikir politiknya. Tidak ada pilihan lain
kecuali meneladani pikiran-pikiran Driyarkara sebagai bahan pertimbangan utama setiap
aktivitas politiknya.
Karena itu, kekhawatiran Kardinal Darmaatmadja SJ atas menguatnya paham homo homini
lupus dalam pentas politik nasional hanya akan bisa di hapus melalui kesediaan seluruh
pemimpin dan rakyat Indonesia untuk mewujudkan obsesi Driyarkara, visi manusia sebagai
sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) dalam kehidupan perpolitikan Tanah Air. Ini
merupakan lawan dari penindasan manusia atas sesamanya; merupakan antitesis pandangan
perlakuan sesama sebagai saingan, bahkan musuh yang harus dibunuh atau disingkirkan bila
kepentingan bertabrakan.
Namun, problem mendasarnya adalah bagaimanakah caranya agar politisi kita bersedia
meninggalkan paham homo homini lupus? Bersediakah mereka melakukan proses
humanisasi atau pembudayaan untuk kian merajut lingkungan politik di mana manusia
bersesama mencapai kemanusiaan penuh dan harkat utuh? Pertanyaan ini layak diajukan
sebab setelah perdebatan filosofis antara Soepomo dan M Hatta tentang bentuk (model)
negara berakhir, sejak itu pula bangsa Indonesia hanya disuguhi "debat kusir" politisi yang
hanya berorientasi kursi, uang, dan takhta.
B. Homo Homini Socio
Homo homini socio “Manusia adalah teman bagi manusia lain”.
Definisi Manusia didalam Homo Homini Socio, Manusia atau orang dapat diartikan
berbedabeda
menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara
biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa
yang bervariasi di mana, dalamagama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan
ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain
serta pertolongan.
Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, membentuk kelompok berdasarkan ikatan /
pertalian genetik, perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan
penyalurannya, manusia dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan
yang mereka bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan. Identitas
kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada tingkah laku
individu, tetapi manusia juga unik dalamkemampuannya untuk membentuk dan beradaptasi
ke kelompok baru. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan interaksi antar
manusia.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita pasti membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan
beradaptasi.tanpa orang lain pun kita tak bisa apa-apa.Saling
membantu,menolong,menghargai,dan menghormati sesama manusia yang hidup di dunia ini.
Contohnya Peristiwa Sumanto beberapa tahun yang lalu begitu mengemparkan, membuat
ketidakmengertian mengapa ada manusia yang memakan manusia lainnya walau sudah
berbentuk mayat. Kanibalisme sungguh sangat tidak bisa ditolelir sama sekali. Bagaimana
dengan masa kini ? Kalau kita mau cermati tentunya kita akan melihat bahwa pemangsaan
atau kanibalisme ini telah mengalami perubahan kondisi. Kanibalisme telah berubah bentuk
yang lebih halus, yaitu perilaku, cara berfikir,
manner, pemahaman, dll.
Kekerasan terjadi dimana-mana. Eksploitasi manusia terhadap manusia tak dapat
dihindarkan. Manusia dalamkehidupan bersama semakin terancam. Hukum memperkosa
keadilan. Kehidupan manusia berada di titik nol kondisi seperti itulah yang kini dialami
manusia dalam kehidupan masyarakat –bahkan dibeberapa abad silam. Padahal manusia
bermasyarakat untuk mencapai tujuan bersama demi kehidupan yang lebih baik. Bertolak dari
persoalan tersebut patut diajukan pertanyaan Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu?
Bagaimanakah kodrat kehidupan manusia? Mengingat persoalan yang dihadapi menyangkut
manusia sebagai subyek (pelaku) dalamkehidupan sosial. Itulah yang direnungkan Drijarka
setengah abad silam. Ia merenungkan gejala-gejala sosial bertolak
pengalaman eksistensi manusia. Gejala-gejala sosial dilihat dari pengalaman eksistensial
manusia sebagai subyek sosial. Gagasan-gagasan tentang manusia merupakan sentral
pemikirannya.
Ia menolak gagasan bahwa kehidupan manusia dituntun oleh nafsu-nafsu.
Inti perenungannya tentang manusia merupakan lawan terhadap tesis homo homini lupus,
yang bergagasan bahwa kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus untuk
memuaskan hasrat. Kehidupan manusia adalah sebuah hasrat abadi untuk meraih kekuasaan
sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan. Dan, dengan rasionya manusia dapat belajar
dari pengalaman cara-cara paling efektif untuk memperoleh kepuasan dan menghindari
kekecewaan. Jadi, kehidupan menurut kodrat manusia adalah sebuah pertempuran.
kepentingan egoisitisnya. Manusia secaara kodrati tidak mencari masyarakat demi
masyarakat itu
sendiri, melainkan mencari keuntungan tertentu darinya. Oleh karena itu hubungan-hubungan
sosial merupakan produk dari kalkulasi dan persetujuan daripada dorongan.
Hubunganhubungan
sosial lebih bersifat eksternal bagi individu daripada merupakan kesepahaman
moral bersama.
Pandangan seperti itulah yang ditolak Drijarkara. Bagi Drijarkara, manusia bukan
pertentangan antara jiwa dan badan. Manusia adalah pribadi dengan dimensi kejasmanian dan
kerohanian, dimana roh mewujudkan refleksi budi dan kesadarannya dengan melalui badan,
kejasmanaian merupakan ungkapan roh yang menjelma. Aksi (tindakan) manusia tidak
bersifat eksternal, melainkan dari manusia itu sendiri (internal). Manusia sebagai pribadilah
yang menentukannya. Dia berdaulat atas dirinya sendiri. Berdaulat tidak merupakan satu
bagian tapi keseluruhan. Dalam perbuatannya manusia dapat menjadi baik atau sebaliknya.
Dengan kedaulatannya manusia mampu menuju kesempurnaan juga sebaliknya.
Dengan demikian manusia adalah sebuah paradoks. Karena dalamdirinya mengandung dua
prinsip: manusia berupa “apa” (jasmani) dan manusia berupa “siapa” (rohani). Karena dua
prinsip itulah manusia mengandung oposisi-oposisi dalamdirinya, dia adalah kesatuan dari
dua prinsip yang berlawanan.
Oleh karenanya kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus menuju kesempurnaan
(menuju kemutlakan Tuhan). Suatu perjuangan mengatasi paradoks dalam dirinya.
INTERDEPENDENSI MANUSIA , TEKNOLOGI , DAN BUMI
Di masa sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada lagi hal yang dilakukan tanpa bantuan
teknologi. Kalaupun ada, itu sudah sangat jarang sekali.
Sebuah teknologi di bangun untuk memudahkan manusia. Membuat ringan pekerjaan,
membuat lebih praktis, mempercepat selesai. Dan segala hal yang membantu manusia.
Teknologi dalam semua bentuk kehidupan manusia, dari hal yang paling kecil seperti mur
sampai yang besar seperti mobil atau bahkan pesawat ulang alik.
Hampir semua hal yang diinginkan manusia bisa di penuhi sebuah mesin, kecuali beberapa hal
tertentu yang manusia sendiripun tidak mengerti hal itu apa. Mungkin apapbila hal itu bisa di
mengerti manusia, maka manusia dengan cepat akan membangunnya.
Tapi kadang teknologi yang di bangun manusia tidak semuanya membantu. Mungkin pada awal -
awal pemakaian sangat membantu, tapi lambat laun akan menjadi bom waktu yang siap
meledak.
Saat ini sudah diciptakan robot - robot yang mampu mensensor gerakan manusia. mampu
bereaksi sesuai dengan keinginan manusia. Mungkin 10 tahun lagi robot itu di kembangkan
menjadi robot yang bisa merespon seperti perasaan manusia, menangis, marah, sedih...
Dan keeksisan manusia terancam...
Bagaimana bila apa yang dibayangkan manusia di masa depan terbukti, di mana manusia yang
tersingkir, dan robot - robot yang menguasai permukaan bumi. Bagaimana...
Tidak ada lagi warna hijau... Karena memang tidak ada lagi tumbuhan yang berdiri. Semuanya
sudah musnah.
Tidak ada lagi binatang - binatang, apalagi sekarang ini sudah banyak binatang - binatang yang
punah. Tidak mustahil suatu saat nanti akan musnah sama sekali.
Bahkan mungkin sudah tidak ada lagi manusia yang melangkah di permukaan bumi ini. Kalaupun
ada, mungkin sudah separo robot, separo manusia. Cyborg - cyborg bertebaran di mana - mana.
Tidak ada yang ingin hal itu terjadi...
Sebelum itu terjadi harus di cegah. Sebelum manusia menciptakan teknologi. sebuah langkah
antisipasi harus dipikirkan terlebih dahulu. Sebuah tindakan bisa di ambil bila teknologi mulai
tak terkendalikan.
Teknologi di buat untuk membantu manusia...
Bukan untuk menghancurkan manusia....
Manusia yang menciptakan teknologi dan manusia pula yang menanggung akibatnya, apakah itu
buruk atau baik Tergantung manusia mau memandangnya dari sisi mana.
Secara...
Realistik atau tidak ?...
Konvensional atau maju ?...
Tradisional atau modern ?...
Positif atau negatif ?...
Ada begitu banyak sisi untuk memandang sebuah teknologi dari kacamata seorang manusia.
Di lihat dari sisi negatif, teknologi itu sangat merugikan.
Begitu banyak pekerja yang menganggur karena tugasnya sudah digantikan mesin yang lebih
murah.
Kekebalan tubuh manusia menurun, karena sudah ada obat - obat anti penyakit yang membantu
mengobati sakit.
Freon dalam AC ataupun kulkas menipiskan ozon. Bayangkan bagaimana asteroid - asteroid
berjatuhan ke bumi.
Bom nuklir yang dapat dengan cepat mengakhiri peperangan. Menghasilkan jamur kuning
kemerahan di angkasa dengan panas ribuan derajat celcius, dalam rentang ribuan mil. Orang
terbakar seperti es yang dipanaskan. Orang - orang yang selamat harus menanggung
pencemaran radiasi sepanjang ia bernafas. Bayi - bayi terlahir cacat seumur hidup dari ibu yang
tercemar radiasi.
Dan bagaimana bila dilihat dari sisi positif ?...
Manusia harus lebih pintar dari mesin karena memang manusia yang menciptakan mesin. Dan
mesin itu tidak sempurna.
Semakin maju teknologi, maka manusia harus lebih maju lagi. Berjuang lebih keras untuk
mengalahkan teknologi. Bersaing dengan ketat untuk menciptakan teknologi yang lebih maju
lagi. Tidak terlena dalam kepraktisan yang di sediakan teknologi.
Apabila teknologi punya dampak merugikan, maka manusialah yang berusaha untuk membuat
kerugian itu seminimal mungkin atau bahkan menghilangkannya.
Teknologi itu di tangan manusia, bukan manusia yang berada di tangan teknologi.
Hanya saja mampukah ?...
Mungkin memang harus dipandang dari masing - masing manusia. Di pandang per individu.
Karena manusia itu berbeda. Tapi tak ada orang yang mau hidupnya dihancurkan oleh teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, A., Douglas, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin,
1999.
Dlofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1990.
Eposito, L., John, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, (World, New
York, 1995).
Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Jakarta: Gramedia, 1990).
Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Chicago: The University of Chocago Press),
1976
Goode & Hatt, Methods in Social Research, (Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakhusa
Ltd., 1952).
Hardjowirogo, Marbangun, Adat Istiadat Jawa, (Bandung: Patma), t.t.
J.K., David, Filsafat Jawa, (Jakarta: Airlangga), 1986.
Jong, De, Salah satu sikap hidup orang jawa, (Yogyakarta: Kanisius), 1976.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)
--------------------, Metode-Metode penelitian masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997)
Muhadjir, metodologi penelitian kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996).
Mulder, Niels, kebatinan dan kehidupan sehari-hari orang jawa, edisi terjemahan,
(Jakarta: Gramedia, 1983).
Nasikun, DR., Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
Nottingham, K., Elizabeth, Agama dan Masyarakat (Suatu Pengantar Sosiologi
Agama), (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1997
18
Parsons, Talcott dan Shils, A., Edward, Toward A General theory of Action, 1962
Pemerintah Kabupaten Demak, Buku Isian Data Dasar Profil Desa, 2000
Roland Alan Lukens Bull, A Peacefull Jihad: Javanese Islamic Education and
Religious Identity Construction, (Arizona: Arizona State University, 1997 ).
Shadily, Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara,
1983)
Siswanto, Joko, Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Soedarsono dkk., Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Javanologi, 1986)
Soetandya, Globalisasi : Apa yang perlu kita ketahui ?, Makalah, 1997
Suseno, Magnis, Franz, Etika Jawa, (Yogyakarta: Gramedia, 1993)
Tart, T., Charles, Transpersonal Psychologies, (New York : Happer & Row , 1969)
Veeger, K.J., 1986, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas hubungan individu
masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1999)
Woodward, R., Mark, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS, 1999)
Yusuf, Effendi, Slamet, et.al., Dinamika Kaum Santri : Menelusuri Jejak &
Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983).
Pergeseran Paradigma di Era Globalisasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar