Selasa, 29 November 2011

REVIEW FILM WALL-E

Pada awal abad ke-22, sebuah perusahaan "raksasa" Buy N Large (BnL) menguasai
perekonomian di Bumi, termasuk pemerintahan. Akibat dipenuhi sampah yang tidak
didaur-ulang, maka Bumi menjadi sangat tercemar oleh sampah-sampah elektronik,
sehingga kelangsungan hidup manusia menjadi terancam. Untuk mencegah kepunahan
manusia, Shelby Forthright (Fred Willard) selaku CEO Buy N Large, melakukan
pengungsian massal dari Bumi selama lima tahun di atas armada kapal luar angkasa eksekutif
bernama axiom yang menyediakan setiap keperluan manusia, dan dilengkapi dengan robotrobot
yang semuanya berjalan secara otomatis untuk melayani kebutuhan manusia.
Ratusan-ribu unit robot penghancur sampah yang dinamai dengan WALL•E ditinggalkan di
Bumi untuk membersihkan Bumi. Robot-robot tersebut diprogram untuk memadatkan dan
menumpuk sampah-sampah elektronik yang telah memenuhi seluruh daratan di Bumi, agar
memudahkan untuk peleburan. Tumpukan sampah-sampah elektronik telah dipadatkan dan
dikumpulkan oleh robot-robot WALL•E, tumpukan sampah tersebut telah setinggi gedung
pencakar langit. Namun, proyek ini dibatalkan karena Forthright memperkirakan bahwa pada
tahun 2110 Bumi sudah terlalu tercemar dan sudah tidak memungkinkan untuk dihuni oleh
manusia. Pada tahun 2815, kira-kira 700 tahun kemudian, hanya satu WALL•E yang masih
berfungsi.
Berabad-abad kehidupan telah dilalui oleh WALL•E, sehingga ia memiliki kecerdasan yang
lebih baik dan rasa keingin-tahuan. Ia gemar mengoleksi barang-barang yang menarik di
tumpukan sampah yang memenuhi Bumi, mengambil onderdil untuk suku cadangnya dari
WALL•E lain yang sudah tidak aktif. Ia sering menonton film musikal tahun 1969 yang
berjudul Hello, Dolly! dari kaset video. Video lainnya yang ia nikmati adalah Put on Your
Sunday Clothes, dan adegan berpegangan tangan dalam video "It Only Takes a Moment"
yang mengajarnya memiliki perasaan.
Pada suatu hari, WALL•E menemukan sebuah bibit tumbuhan, lalu menanamnya dalam
sebuah sepatu usang. Tidak lama kemudian, sebuah kapal luar angkasa mendarat di Bumi dan
mengeluarkan EVE (Elissa Knight), sebuah robot perempuan yang dikirim oleh pesawat
raksasa yang bernama Axiom, ia diprogramkan untuk mencari tanda-tanda kehidupan flora di
Bumi. WALL•E jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya, EVE juga mengagumi
kepribadian WALL•E. Sungguh disayangkan, ternyata cinta WALL•E tidak terbalaskan,
karena EVE diprogramkan untuk mencari keberadaan tumbuhan di Bumi. Saat WALL•E
menunjukkan bibit tumbuhan yang ditemukannya kepada EVE, EVE menyimpan bibit itu ke
dalam tubuhnya, setelah itu EVE menjadi non-aktif secara otomatis. WALL•E berusaha
melindungi tubuh EVE yang tidak berstatus non-aktif sampai EVE diambil kembali oleh
pesawat yang mengantarnya ke Bumi. Dengan rasa gelisah dan panik, WALL•E mengejar
pesawat itu. WALL•E berhasil menyusup ke dalam pesawat Axiom.
Setelah berabad-abad hidup dalam mikrogravitasi, manusia di pesawat Axiom banyak
kehilangan kalsium, sehingga membuat mereka menjadi sangat gemuk dan tidak mampu
berdiri atau berjalan. Aktivitas manusia sepenuhnya dilayani oleh robot. Pilot pesawat Axiom
adalah Kapten B. McCrea (Jeff Garlin) juga memerintahkan segala tugasnya kepada sistem
autopilot pesawat yang bernama AUTO (suara program MacInTalk). Saat WALL•E
mengikuti EVE ke dalam kapal, kelakuannya yang tidak biasa, menyebabkan manusia dan
robot bertindak tidak seperti biasanya. Khususnya M-O, robot dekontaminasi yang
diprogramkan untuk membersih setiap pencemaran di dalam pesawat , ia mengejar WALL•E
P
supaya ia dapat membersihkan kotoran asing yang bersumber dari Bumi, dan dua orang
manusia bernama John (John Ratzenberger) dan Mary (Kathy Najimy) yang sebelumnya
hanya melihat melalui media elektronik berupa monitor, sehingga mereka melihat
pemandangan secara langsung karena WALL•E membuat mereka terlepas dari monitor yang
terpasang di tempat duduk mereka.
Setelah sampai di dalam pesawat, EVE diaktifkan kembali dan diprogram untuk mengantar
bibit tadi kepada McCrea agar diletakkan dalam alat pendeteksi yang dinamai holo-detector.
Alat tersebut adalah sebuah mesin pendeteksi yang berfungsi memberikan informasi bahwa
manusia dapat kembali hidup di Bumi, dan akan mengembalikan manusia ke Bumi secara
otomatis setelah mendeteksi bibit tadi yang merupakan pedoman yang memungkinkan
manusia untuk kembali hidup di Bumi. Sewaktu akan mendeteksi tumbuhan yang terdapat
dalam tubuh EVE, bibit itu hilang. EVE dianggap telah rusak dan dikirim ke bagian
perbaikan robot bersama WALL•E. Saat EVE diperiksa, WALL•E menyangka EVE akan
dihancurkan oleh mesin pemeriksa tersebut, lalu ia merampas senjata plasma EVE dan
menembakkannya, sehingga membebaskan robot-robot rusak lainnya di ruang perbaikan.
Tindakan WALL•E menjadi ancaman bagi setiap penghuni pesawat Axiom, EVE dan
WALL•E menjadi buronan yang dianggap robot berbahaya. EVE yang tidak tahan dengan
sikap WALL•E, mencoba mengantarnya kembali ke Bumi dengan menggunakan sebuah
kabin.
Saat asisten utama McCrea (GO-4) tiba dan menyimpan bibit yang hilang itu ke dalam kabin;
GO-4 yang mencurinya tanpa diketahui McCrea. Melihat bibit tersebut, WALL•E memasuki
kabin tempat diletaknya bibit tersebut. GO-4 akan menghancurkan kabin tersebut dengan
mengaktifkan program penghancuran secara otomatis sehingga akan meledak setelah
hitungan mundur 20 detik. Saat itu WALL•E berada di dalam kabin tersebut, namun
WALL•E berhasil meloloskan diri bersama bibit itu sedetik sebelum musnahnya kabin tadi.
EVE lega karena WALL•E menyelamatkan bibit itu dan mereka terbang dengan bahagianya
di angkasa sekitar pesawat Axiom.
EVE dan WALL•E mengembalikan bibit itu kepada McCrea. Kapten McCrea ingin
mengetahui bagaimana keadaan Bumi pada saat ini, lalu McCrea memutar rekaman yang
direkam oleh kamera yang terpasang pada EVE, yang membuat EVE menyaksikan usaha
WALL•E melindunginya ketika ia dalam status non-aktif. Akhirnya, EVE juga jatuh cinta
pada WALL•E. Terpesona oleh gambar-gambar kehidupan zaman dulu di Bumi sebelum
berdirinya Buy N Large, McCrea perihatin melihat kerusakan alam di Bumi yang
digambarkan dalam rekaman EVE. Kemudian McCrea merencanakan agar manusia kembali
ke Bumi untuk memulihkan segalanya. Namun, AUTO menegaskan bahwa manusia tidak
boleh kembali ke Bumi, lalu ia terpaksa menampilkan tayangan berupa rekaman Shelby
Forthright yang memerintahkan semua autopilot agar tidak mengembalikan manusia ke
Bumi, karena proyek pembersihan yang diusahakan telah gagal. AUTO yang dirancang untuk
menuruti perintah tersebut, memberontak dan membuang bibit tumbuhan tersebut. Dalam
memperebutkan bibit itu, AUTO dengan ganasnya menyerang WALL•E yang mencoba
melindungi bibit itu dan menekan tombol non-aktif di badan EVE. WALL•E dan EVE
dibuang ke tempat pembuangan sampah bersamaan dengan bibit tadi, dan mengunci McCrea
di dalam kamarnya.
Di tempat pembuangan sampah, EVE kembali aktif setelah sebuah tombol yang ada di dada
EVE tersentuh oleh serangga. EVE berusaha mencari WALL•E, setelah menemukannya
EVE melihat WALL•E telah rusak berat. Ia berusaha memperbaiki WALL•E, tapi usahanya
sia-sia karena tidak ada komponen tubuh WALL•E yang cocok dengan yang ia temukan.
Pada saat proses pembuangan sampah diaktifkan, gerbang pembuangan terbuka. Saat itu juga
datang M-O yang mengejar WALL•E karena ingin membersihkan kotoran asing yang
melekat di tubuh WALL•E. Kemudian M-O terjepit gerbang yang tertutup setelah sampah
beserta WALL•E dan EVE dikeluarkan dari tempat pembuangan. Gerbang tidak sepenuhnya
tertutup karena M-O terjepit pada gerbang saat mengejar WALL•E untuk membersihkan
kotoran asing. Kesempatan ini digunakan oleh EVE untuk menyelamatkan diri dari
pembuangan.
Setelah berhasil menyelamatkan diri dari tempat pembuangan sampah dengan bantuan M-O,
EVE menolak perintah otomatis yang telah diprogramkan untuk membawa bibit ke pesawat.
Ia masih berusaha untuk memperbaiki WALL•E, tapi WALL•E berharap EVE menuruti
perintah tersebut sambil mengingatkan EVE jika seandainya mereka berhasil kembali ke
Bumi, WALL•E dapat diselamatkan dengan suku cadang yang disimpannya.
WALL•E dan EVE membawa bibit tadi untuk diletakkan di mesin pendeteksi yang ada di
pesawat Axiom dengan bantuan M-O. Mereka berdua dibantu McCrea yang menyuruh
mereka agar cepat ke mesin pendeteksi tersebut, mereka juga dibantu robot-robot rusak yang
membantu mereka dengan melawan robot-robot penjaga. McCrea membohongi AUTO
dengan mengatakan bahwa bibit itu ada padanya, dengan mengelabui AUTO melalui visual
dari monitor. Kemudian AUTO mendatangi McCrea, lalu mereka berkelahi. McCrea berhasil
mengaktifkan mesin pendeteksi, mengakibatkan AUTO memiringkan posisi Axiom,
mengakibatkan manusia-manusia yang tidak dapat berjalan menjadi berjatuhan dan
tertumpuk di sudut pesawat. Auto mencoba menutup mesin pendeteksi tersebut, namun
ditahan WALL-E dengan mengorbankan tubuhnya. McCrea berusaha untuk berdiri dan
berjalan untuk mendekati dan mengalahkan AUTO. Pada saat perkelahian dengan AUTO,
McCrea melihat tombol merah yang terbuka di bagian tubuh AUTO. Lalu McCrea menekan
tombol tersebut, sehingga AUTO yang merupakan pengendali pesawat Axiom menjadi
berstatus manual. McCrea dapat dengan sepenuhnya mengendalikan AUTO, dan
mengembalikan posisi Axiom ke posisi semula. Akhirnya, bibit berhasil dimasukkan ke
dalam mesin pendeteksi (holo-detector), dan melepaskan WALL•E yang bertambah rusak
karena terjepit mesin pendeteksi yang akan menutup. Setelah bibit tadi dimasukkan ke dalam
holo-detector, pesawat Axiom menuju ke Bumi dengan kecepatan cahaya.
Setelah mendarat di Bumi, EVE bergegas memperbaiki dan menghidupkan kembali
WALL•E dengan menggunakan suku cadang yang ada di tempat tinggal WALL•E.
Sayangnya, WALL•E telah rusak berat dan hampir semua komponennya ditukar oleh EVE
dengan yang baru. Meskipun WALL•E telah diperbaiki dengan sempurna, tapi WALL•E
bukanlah WALL•E yang dikenal EVE. WALL•E telah menjadi WALL•E yang diprogram
untuk mengerjakan tugasnya dan tidak memiliki perasaan dan ingatan yang dimiliki
WALL•E yang EVE kenal. EVE sedih karena WALL•E yang dicintainya sudah tiada, EVE
memegang tangan WALL•E lalu menempelkan kepalanya ke kepala WALL•E (bermakna
ciuman). Percikan listrik dari “ciuman” tadi memulihkan ingatan dan kepribadian WALL•E,
lalu dia dapat mengingat EVE dan bahagia karena dapat berpegangan tangan dengan EVE.
Manusia dan robot bekerjasama dalam memperbaiki kehidupan di Bumi dengan harapan
baru, di bawah pimpinan McCrea. Akhirnya, kehidupan yang normal dapat dinikmati kembali
oleh manusia. Seiring waktu dan kerjasama manusia dengan robot, Bumi kembali normal
seperti sedia kala. Mengenai kelanjutan kehidupan manusia beserta para robot di Bumi, dapat
dilihat pada lukisan-lukisan yang terdapat pada kredit penutup dalam film animasi ini.
HOMO HOMINI LUPUS DAN HOMO HOMINI SOCIAL
A. Homo Homini Lupus
Thomas Hobbes (1588-1679) mempunyai pendapat bahwa kecenderungan manusia bersikap
memusuhi dan mencurigai setiap manusia lain. Homo homini lupus! (manusia adalah serigala
bagi sesamanya). Homo homini lupus merupakan ungkapan gejala sikap “manusia cenderung
seperti serigala”, simbul kekerasan terhadap manusia yang lain dan saling memangsa, dimangsa
atau menjadi mangsa, meskipun pada dunia nyata serigala tidak memangsa serigala yang lain.
Dulu saya tidak sependapat dengan pernyataan Hobbes dan lebih setuju dengan pendapat
“manusia adalah makhluk sosial”. Namun setelah mengamati fenomena yang terjadi di
masyarakat sekarang tenyata lebih cocok dengan pendapat Hobbes.
Sepanjang perjalanan pulang kerja Jum’at 4 Nopember 2011 dalam cuaca hujan deras saya
melakukan kontemplasi sambil mengingat kejadian masa lampau dan kejadian beberapa hari
terkahir. Pendapat Hobbes berdasarkan pengalaman dari peristiwa berikut nampaknya relevan
di masa sekarang.
Ketika saya melakukan perjalanan ke hutan belantara, puncak gunung, menyeberangi sungai,
lautan tidak pernah takut dengan ancaman binatang buas yang hidup di hutan atau di laut.
Namun seringkali yang menjadi pertimbangan agar selalu waspada adalah potensi ancaman dari
manusia jahat.
Saya melihat rumah yang didirikan di pinggiran hutan tidak sekokoh rumah yang didirikan di
tengah kota. Di komunitas masyarakat yang hidup di desa, dekat hutan, ancaman dari binatang
buas atau manusia yang jahat lebih kecil daripada masyarakat yang hidup di perkotaan.
Meskipun tidak ada binatang buas, faktanya rumah masyarakat yang hidup di perkotaan
didirikan dengan kokoh, pagar tinggi, untuk mengantisipasi ancaman dari manusia jahat. Bahkan
sekedar untuk berbagi dengan sesama manusia agar dapat melihat keindahan arsitektur rumah
mereka saja tidak bisa, karena tingginya tembok yang menutup halaman, bangunan rumah
mereka, apalagi berbagi kekayaan kepada manusia lain yang kekurangan.
Beberapa detik sebelum pulang pada hari Jum’at kemarin saya dapat kabar dari teman tentang
pejabat di Jakarta yang dua rumahnya digrebek aparat hukum karena dugaan kasus korupsi Rp
12 miliar, Si pejabat tidak ada di rumah karena sedang melakukan ibadah di tanah suci. “Kok
bisa? Kok bisa?” Begitu pertanyaan dalam hati yang mengawali langkah menuju rumah. Kok
bisa? Kenapa? Alasan pertama karena korupsi kejamnya melebihi serigala betulan yang tidak
menumpuk makanan kecuali yang mampu serigala makan saat itu juga. Korupsi mengakibatkan
hak manusia yang lain dirampas dan tidak sedikit bayi yang kurang gizi dan meninggal tidak
dapat dibiayai oleh negara karena uang negara dikorupsi. Alasan kedua kok bisa Si pejabat
tersebut menjadi serigala berbulu domba, setelah korupsi kemudian beribadah ke tanah suci.
Perjalanan ketika cuaca hujan seringkali menghambat pandangan pengendara dan jalan aspal
yang tergenang air hujan pengendara mengurangi kecepatan, sehingga karena kehati-hatian
bahkan membuat sedikit kemacetan. Dalam situasi seperti itu, pengendara lebih banyak yang
tidak sabar, sekedar untuk memberi kesempatan pejalan kaki yang akan menyeberang. Saling
serobot, dari kiri-kanan, klakson dibunyikan dengan nada kemarahan. Tidak kah mereka dapat
berhenti sejenak untuk memberi kesempatan pada manusia lain jika manusia itu makhluk
sosial? Tapi itulah fakta sekarang.
Sampai di rumah saya nonton TV sebentar dan ada teks berjalan di bawah gambar, Duhh…
“Pelapor Pencurian Pulsa Dianiaya dan Minta Perlindungan LSPK”, kejahatan hendak menguasai
dunia. Semula saya berniat setelah sampai di rumah hendak menghentikan renungan dan
bercanda dengan anak-anak tercinta, karena homo homini lupus telah mengisi monolog
sepanjang jalan, namun teks di TV, membangkitkan ingatan akan posting sebelumnya di blog,
“Cara Terbaru Sedot Pulsa”. Tentu artikel tersebut akan menyinggung operator telekomunikasi
(si kuning, sinyal kuat) yang telah memangsa pulsa saya secara tak bermoral dan terangterangan.
Mengungkap kecurangan korporasi besar, sama artinya saya memancing ribuan
serigala untuk memangsa dengan cara lebih kejam kepada ancaman fisik seperti yang dialami
pelapor pencurian pulsa.
Tapi ya sudahlah, di saat tidak punya apa-apa, punya kelemahan, justru yang timbul adalah
keberanian melawan kejahatan, kecurangan manusia yang lain sekecil apapun. Kejujuran dan
keberanian yang pernah dimikili meskipun sedikit jangan pernah digadaikan, apalagi dijual.
Apabila semakin sedikit orang yang melawan kecurangan dan kejahatan, di suatu saat nanti
bumi ini tidak lagi nyaman untuk tinggal anak cucu kita. Ayo lawan siapa pun juga yang
melakukan kecurangan, kejahatan!
MENURUT Nicolaus Driyarkara, tokoh pendidikan filsafat di Indonesia, eksistensi manusia
dalam hubungannya dengan sesama adalah homo homini socius, manusia adalah kawan atau
rekan bagi sesamanya. Karena itu, keinginan dan usaha untuk menghabisi sesama dalam
persaingan berdarah, bahkan usaha meniadakan sesama dengan menghilangkannya lewat
iklim hidup sosial yang kejam-keji, yaitu homo homini lupus, di mana manusia saling iri,
dengki, mencakar, dan membunuh, harus ditolak. Konsekuensi logis tesis manusia adalah
karib bagi sesamanya, dalam konteks kehidupan politik, adalah ditolaknya perilaku "rakus"
mirip "serigala" dari para politisi yang tidak segan menggunakan kekerasan dan
menumpahkan darah rakyat tidak berdosa demi kekuasaan politik.
Para politisi dituntut lebih mampu menguasai diri dari naluri destruktif melalui proses
humanisasi (pemanusiaan) apaapa yang membuatnya ganas, brutal, dan mau berkuasa liar.
Nalar "serigala" harus diganti dengan nalar "manusiawi". Dalam situasi budaya politik masa
kini yang serba pragmatis-materialistis, para politisi harus mampu menampilkan
eksistensinya sebagai manusia (subyek) yang sadar diri, bermartabat, dan tidak bisa digilas
godaan politik uang dan kekuasaan.
Nalar "manusiawi" dalam pola berpolitik, berpartai, dan bernegara mengejawantah pada
terbentuknya komitmen (konsensus) bersama dari seluruh stakeholder politik dan kekuasaan
untuk meletakkan esensi politik sebagai usaha mewujudkan "kebaikan bersama".
Sebagaimana dikemukakan Aristoteles, politik merupakan asosiasi warga negara yang
berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal ihwal yang menyangkut kebaikan
bersama seluruh masyarakat. Kebaikan bersama (kepentingan publik) itu, menurut
Aristoteles, memiliki nilai moral yang jauh lebih tinggi daripada kepentingan individual
maupun kelompok.
Dengan begitu, seluruh bentuk aktivitas politik sebagai derivasi homo homini socius masuk
dalam lokus kebudayaan. Kebudayaan di sini diartikan keseluruhan proses pemekaran bakat,
energi, dan kemampuan kreatif manusia yang membuatnya sejahtera dalam hubungan
vertikal (transendental) maupun horizontal (kemanusiaan). Ruang kebudayaan inilah yang
akan memberi guidance politisi menghapus kosakata "musuh politik" diganti "kompetitor
politik", "cinta diri" digantikan dengan "cinta sesama", sebutan "wong liyan" dengan
"saudara", konsepsi "takhta untuk uang" diganti "takhta untuk rakyat" dan sebagainya.
Jalan menuju ke arah itu, menurut Driyarkara, hanya bisa ditempuh melalui dua cara,
hominisasi dan humanisasi. Hominisasi dimaknai sebagai sebuah proses panjang dari
kandungan, kelahiran, sampai kematian yang berlangsung sebagai proses perkembangan fisik
biologis kian mematangkan diri untuk menjadi manusia. Adapun, humanisasi sebagai tindak
lanjut proses hominisasi terkait lekat pembudayaan diri dan lingkungan pematangan diri
secara fisiologis dan kultural dalam memberi arti dan merajut makna secara simulta.
CITA-cita humanisasi politik, secara kultural maupun struktural berpijak pasti dan tegas pada
visi kemanusiaan manusia sebagai rekan bagi sesamanya. Untuk itu, para politisi harus
bersedia melakukan revolusi radikal dalam cara berpikir politiknya. Tidak ada pilihan lain
kecuali meneladani pikiran-pikiran Driyarkara sebagai bahan pertimbangan utama setiap
aktivitas politiknya.
Karena itu, kekhawatiran Kardinal Darmaatmadja SJ atas menguatnya paham homo homini
lupus dalam pentas politik nasional hanya akan bisa di hapus melalui kesediaan seluruh
pemimpin dan rakyat Indonesia untuk mewujudkan obsesi Driyarkara, visi manusia sebagai
sahabat bagi sesamanya (homo homini socius) dalam kehidupan perpolitikan Tanah Air. Ini
merupakan lawan dari penindasan manusia atas sesamanya; merupakan antitesis pandangan
perlakuan sesama sebagai saingan, bahkan musuh yang harus dibunuh atau disingkirkan bila
kepentingan bertabrakan.
Namun, problem mendasarnya adalah bagaimanakah caranya agar politisi kita bersedia
meninggalkan paham homo homini lupus? Bersediakah mereka melakukan proses
humanisasi atau pembudayaan untuk kian merajut lingkungan politik di mana manusia
bersesama mencapai kemanusiaan penuh dan harkat utuh? Pertanyaan ini layak diajukan
sebab setelah perdebatan filosofis antara Soepomo dan M Hatta tentang bentuk (model)
negara berakhir, sejak itu pula bangsa Indonesia hanya disuguhi "debat kusir" politisi yang
hanya berorientasi kursi, uang, dan takhta.
B. Homo Homini Socio
Homo homini socio “Manusia adalah teman bagi manusia lain”.
Definisi Manusia didalam Homo Homini Socio, Manusia atau orang dapat diartikan
berbedabeda
menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara
biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia),
sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak
berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa
yang bervariasi di mana, dalamagama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan
ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain
serta pertolongan.
Meskipun banyak spesies berprinsip sosial, membentuk kelompok berdasarkan ikatan /
pertalian genetik, perlindungan-diri, atau membagi pengumpulan makanan dan
penyalurannya, manusia dibedakan dengan rupa-rupa dan kemajemukan dari adat kebiasaan
yang mereka bentuk entah untuk kelangsungan hidup individu atau kelompok dan untuk
pengabadian dan perkembangan teknologi, pengetahuan, serta kepercayaan. Identitas
kelompok, penerimaan dan dukungan dapat mendesak pengaruh kuat pada tingkah laku
individu, tetapi manusia juga unik dalamkemampuannya untuk membentuk dan beradaptasi
ke kelompok baru. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan interaksi antar
manusia.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita pasti membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan
beradaptasi.tanpa orang lain pun kita tak bisa apa-apa.Saling
membantu,menolong,menghargai,dan menghormati sesama manusia yang hidup di dunia ini.
Contohnya Peristiwa Sumanto beberapa tahun yang lalu begitu mengemparkan, membuat
ketidakmengertian mengapa ada manusia yang memakan manusia lainnya walau sudah
berbentuk mayat. Kanibalisme sungguh sangat tidak bisa ditolelir sama sekali. Bagaimana
dengan masa kini ? Kalau kita mau cermati tentunya kita akan melihat bahwa pemangsaan
atau kanibalisme ini telah mengalami perubahan kondisi. Kanibalisme telah berubah bentuk
yang lebih halus, yaitu perilaku, cara berfikir,
manner, pemahaman, dll.
Kekerasan terjadi dimana-mana. Eksploitasi manusia terhadap manusia tak dapat
dihindarkan. Manusia dalamkehidupan bersama semakin terancam. Hukum memperkosa
keadilan. Kehidupan manusia berada di titik nol kondisi seperti itulah yang kini dialami
manusia dalam kehidupan masyarakat –bahkan dibeberapa abad silam. Padahal manusia
bermasyarakat untuk mencapai tujuan bersama demi kehidupan yang lebih baik. Bertolak dari
persoalan tersebut patut diajukan pertanyaan Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu?
Bagaimanakah kodrat kehidupan manusia? Mengingat persoalan yang dihadapi menyangkut
manusia sebagai subyek (pelaku) dalamkehidupan sosial. Itulah yang direnungkan Drijarka
setengah abad silam. Ia merenungkan gejala-gejala sosial bertolak
pengalaman eksistensi manusia. Gejala-gejala sosial dilihat dari pengalaman eksistensial
manusia sebagai subyek sosial. Gagasan-gagasan tentang manusia merupakan sentral
pemikirannya.
Ia menolak gagasan bahwa kehidupan manusia dituntun oleh nafsu-nafsu.
Inti perenungannya tentang manusia merupakan lawan terhadap tesis homo homini lupus,
yang bergagasan bahwa kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus untuk
memuaskan hasrat. Kehidupan manusia adalah sebuah hasrat abadi untuk meraih kekuasaan
sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan. Dan, dengan rasionya manusia dapat belajar
dari pengalaman cara-cara paling efektif untuk memperoleh kepuasan dan menghindari
kekecewaan. Jadi, kehidupan menurut kodrat manusia adalah sebuah pertempuran.
kepentingan egoisitisnya. Manusia secaara kodrati tidak mencari masyarakat demi
masyarakat itu
sendiri, melainkan mencari keuntungan tertentu darinya. Oleh karena itu hubungan-hubungan
sosial merupakan produk dari kalkulasi dan persetujuan daripada dorongan.
Hubunganhubungan
sosial lebih bersifat eksternal bagi individu daripada merupakan kesepahaman
moral bersama.
Pandangan seperti itulah yang ditolak Drijarkara. Bagi Drijarkara, manusia bukan
pertentangan antara jiwa dan badan. Manusia adalah pribadi dengan dimensi kejasmanian dan
kerohanian, dimana roh mewujudkan refleksi budi dan kesadarannya dengan melalui badan,
kejasmanaian merupakan ungkapan roh yang menjelma. Aksi (tindakan) manusia tidak
bersifat eksternal, melainkan dari manusia itu sendiri (internal). Manusia sebagai pribadilah
yang menentukannya. Dia berdaulat atas dirinya sendiri. Berdaulat tidak merupakan satu
bagian tapi keseluruhan. Dalam perbuatannya manusia dapat menjadi baik atau sebaliknya.
Dengan kedaulatannya manusia mampu menuju kesempurnaan juga sebaliknya.
Dengan demikian manusia adalah sebuah paradoks. Karena dalamdirinya mengandung dua
prinsip: manusia berupa “apa” (jasmani) dan manusia berupa “siapa” (rohani). Karena dua
prinsip itulah manusia mengandung oposisi-oposisi dalamdirinya, dia adalah kesatuan dari
dua prinsip yang berlawanan.
Oleh karenanya kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus menuju kesempurnaan
(menuju kemutlakan Tuhan). Suatu perjuangan mengatasi paradoks dalam dirinya.
INTERDEPENDENSI MANUSIA , TEKNOLOGI , DAN BUMI
Di masa sekarang ini, sepertinya sudah tidak ada lagi hal yang dilakukan tanpa bantuan
teknologi. Kalaupun ada, itu sudah sangat jarang sekali.
Sebuah teknologi di bangun untuk memudahkan manusia. Membuat ringan pekerjaan,
membuat lebih praktis, mempercepat selesai. Dan segala hal yang membantu manusia.
Teknologi dalam semua bentuk kehidupan manusia, dari hal yang paling kecil seperti mur
sampai yang besar seperti mobil atau bahkan pesawat ulang alik.
Hampir semua hal yang diinginkan manusia bisa di penuhi sebuah mesin, kecuali beberapa hal
tertentu yang manusia sendiripun tidak mengerti hal itu apa. Mungkin apapbila hal itu bisa di
mengerti manusia, maka manusia dengan cepat akan membangunnya.
Tapi kadang teknologi yang di bangun manusia tidak semuanya membantu. Mungkin pada awal -
awal pemakaian sangat membantu, tapi lambat laun akan menjadi bom waktu yang siap
meledak.
Saat ini sudah diciptakan robot - robot yang mampu mensensor gerakan manusia. mampu
bereaksi sesuai dengan keinginan manusia. Mungkin 10 tahun lagi robot itu di kembangkan
menjadi robot yang bisa merespon seperti perasaan manusia, menangis, marah, sedih...
Dan keeksisan manusia terancam...
Bagaimana bila apa yang dibayangkan manusia di masa depan terbukti, di mana manusia yang
tersingkir, dan robot - robot yang menguasai permukaan bumi. Bagaimana...
Tidak ada lagi warna hijau... Karena memang tidak ada lagi tumbuhan yang berdiri. Semuanya
sudah musnah.
Tidak ada lagi binatang - binatang, apalagi sekarang ini sudah banyak binatang - binatang yang
punah. Tidak mustahil suatu saat nanti akan musnah sama sekali.
Bahkan mungkin sudah tidak ada lagi manusia yang melangkah di permukaan bumi ini. Kalaupun
ada, mungkin sudah separo robot, separo manusia. Cyborg - cyborg bertebaran di mana - mana.
Tidak ada yang ingin hal itu terjadi...
Sebelum itu terjadi harus di cegah. Sebelum manusia menciptakan teknologi. sebuah langkah
antisipasi harus dipikirkan terlebih dahulu. Sebuah tindakan bisa di ambil bila teknologi mulai
tak terkendalikan.
Teknologi di buat untuk membantu manusia...
Bukan untuk menghancurkan manusia....
Manusia yang menciptakan teknologi dan manusia pula yang menanggung akibatnya, apakah itu
buruk atau baik Tergantung manusia mau memandangnya dari sisi mana.
Secara...
Realistik atau tidak ?...
Konvensional atau maju ?...
Tradisional atau modern ?...
Positif atau negatif ?...
Ada begitu banyak sisi untuk memandang sebuah teknologi dari kacamata seorang manusia.
Di lihat dari sisi negatif, teknologi itu sangat merugikan.
Begitu banyak pekerja yang menganggur karena tugasnya sudah digantikan mesin yang lebih
murah.
Kekebalan tubuh manusia menurun, karena sudah ada obat - obat anti penyakit yang membantu
mengobati sakit.
Freon dalam AC ataupun kulkas menipiskan ozon. Bayangkan bagaimana asteroid - asteroid
berjatuhan ke bumi.
Bom nuklir yang dapat dengan cepat mengakhiri peperangan. Menghasilkan jamur kuning
kemerahan di angkasa dengan panas ribuan derajat celcius, dalam rentang ribuan mil. Orang
terbakar seperti es yang dipanaskan. Orang - orang yang selamat harus menanggung
pencemaran radiasi sepanjang ia bernafas. Bayi - bayi terlahir cacat seumur hidup dari ibu yang
tercemar radiasi.
Dan bagaimana bila dilihat dari sisi positif ?...
Manusia harus lebih pintar dari mesin karena memang manusia yang menciptakan mesin. Dan
mesin itu tidak sempurna.
Semakin maju teknologi, maka manusia harus lebih maju lagi. Berjuang lebih keras untuk
mengalahkan teknologi. Bersaing dengan ketat untuk menciptakan teknologi yang lebih maju
lagi. Tidak terlena dalam kepraktisan yang di sediakan teknologi.
Apabila teknologi punya dampak merugikan, maka manusialah yang berusaha untuk membuat
kerugian itu seminimal mungkin atau bahkan menghilangkannya.
Teknologi itu di tangan manusia, bukan manusia yang berada di tangan teknologi.
Hanya saja mampukah ?...
Mungkin memang harus dipandang dari masing - masing manusia. Di pandang per individu.
Karena manusia itu berbeda. Tapi tak ada orang yang mau hidupnya dihancurkan oleh teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
Bernstein, A., Douglas, Essentials of Psychology, New York: Houghton Mifflin,
1999.
Dlofier, Zamakhsari, Tradisi Pesantren, LP3ES, Jakarta, 1990.
Eposito, L., John, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic, (World, New
York, 1995).
Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Jakarta: Gramedia, 1990).
Geertz, Clifford, The Religion of Java, (Chicago: The University of Chocago Press),
1976
Goode & Hatt, Methods in Social Research, (Tokyo: Mc Graw-Hill Kogakhusa
Ltd., 1952).
Hardjowirogo, Marbangun, Adat Istiadat Jawa, (Bandung: Patma), t.t.
J.K., David, Filsafat Jawa, (Jakarta: Airlangga), 1986.
Jong, De, Salah satu sikap hidup orang jawa, (Yogyakarta: Kanisius), 1976.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984)
--------------------, Metode-Metode penelitian masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997)
Muhadjir, metodologi penelitian kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996).
Mulder, Niels, kebatinan dan kehidupan sehari-hari orang jawa, edisi terjemahan,
(Jakarta: Gramedia, 1983).
Nasikun, DR., Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995).
Nottingham, K., Elizabeth, Agama dan Masyarakat (Suatu Pengantar Sosiologi
Agama), (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 1997
18
Parsons, Talcott dan Shils, A., Edward, Toward A General theory of Action, 1962
Pemerintah Kabupaten Demak, Buku Isian Data Dasar Profil Desa, 2000
Roland Alan Lukens Bull, A Peacefull Jihad: Javanese Islamic Education and
Religious Identity Construction, (Arizona: Arizona State University, 1997 ).
Shadily, Hassan, Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, (Jakarta : Bina Aksara,
1983)
Siswanto, Joko, Sistem Metafisika Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Soedarsono dkk., Beberapa Aspek Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Javanologi, 1986)
Soetandya, Globalisasi : Apa yang perlu kita ketahui ?, Makalah, 1997
Suseno, Magnis, Franz, Etika Jawa, (Yogyakarta: Gramedia, 1993)
Tart, T., Charles, Transpersonal Psychologies, (New York : Happer & Row , 1969)
Veeger, K.J., 1986, Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas hubungan individu
masyarakat dalam cakrawala sejarah sosiologi, (Jakarta: Gramedia, 1999)
Woodward, R., Mark, Islam Jawa: Kesalehan Normatif versus Kebatinan,
(Yogyakarta: LkiS, 1999)
Yusuf, Effendi, Slamet, et.al., Dinamika Kaum Santri : Menelusuri Jejak &
Pergolakan Internal NU, (Jakarta: Rajawali, 1983).
Pergeseran Paradigma di Era Globalisasi

Rabu, 16 November 2011

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

Pengertian Paradigma

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul "The Structure Of Scientific Revolution", paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu hasil penelitian ilmiah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan positivistik, maka hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis hanya mengkaji satu aspek saja dari obyek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dari suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.


Pancasila sebagai Paradigma pembangunan

Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia" hal ini merupakan tujuan negara hukum formal, adapun rumusan "Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa" hal ini merupakan tujuan negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional. Adapun tujuan umum atau internasional adalah "ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai Pancasila. Karena nilai- nilai Pancasila mendasarkan diri pada dasar ontologis manusia sebagai subyek pendukung Pancasila sekaligus sebagai subyek pendukung negara. Unsur-unsur hakikat manusia "monopluralis" meliputi susunan kodrat manusia, terdiri rohani (jiwa) dan jasmani (raga), sifat kodrat manusia terdiri makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan YME.





Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan IPTEK

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur rohani (jiwa) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohaniah manusia dalam hubungannya dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam bidang moral (etika).
Tujuan yang esensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakekatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, keseimbangan antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Berdasarkan sila ini Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan tetapi juga dipertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan sekitarnya.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan Iptek harus bersifat beradab. Iptek adalah sebagai hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral.
Sila Persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila yang lain. Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek juga harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan ilmuwan lainnya.
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.




 Pancasila sebagai Paradigma pembangunan POLEKSOSBUDHAN-KAM
Hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUDHANKAM. pembangunan hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan kata lain membangun martabat manusia.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Pengembangan dan pembangunan bidang politik harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan yang di dalam istilah ilmu hukum dan kenegaraan disebut hak asasi manusia.
Dalam sistem politik negara harus mendasarkan pada kekuasaan yang bersumber pada penjelmaan hakikat manusia sebagai individumahluk sosial yang terjelmasebagai rakyat. Selain sistem politik negara Pancasila memberikan dasar-dasar moralitas politik negara. Drs. Moh. Hatta, menyatakan bahwa "negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa, atas dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab". Hal ini menurutnya agar memberikan dasar-dasar moral supaya negara tidak berdasarkan kekuasaan.
Dalam sila-sila Pancasila tersusun atas urut-urutan sistematis, bahwa dalam politik negara harus mendasarkan pada kerakyatan (sila IV), adapun pengembangan dan aktualisasi politik negara berdasarkan pada moralitas berturut-turut moral ketuhanan, moral kemanusiaan (sila II) dan moral persatuan, yaitu ikatan moralitas sebagai suatu bangsa (sila III). Adapun aktualisasi dan pengembangan politik negara demi tercapainya keadilan dalam hidup bersama (sila V).

 Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ekonomi
Mubyarto mengembangkan ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi humanistik yang mendasarkan pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Tujuan ekonomi itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih sejahtera. Ekonomi harus mendasarkan pada kemanusiaan yaitu demi kesejahteraan manusia, sehingga harus menghindarkan diri dari pengembangan ekonomi yang hanya mendasarkan persaingan bebas, monopoli dan lainnya yang menimbulkan penderitaan pada manusia, penindasan atas manusia satu dengan lainnya.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar nilai yaitu nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik, artinya nilai-nilai Pancasila mendasarkan pada nilai yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Dalam rangka pengembangan sosial budaya, Pancasila sebagai kerangka kesadaran yang dapat mendorong untuk universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan transendentalisasi. yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.


Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hankam
Pertahanan dan Keamanan negara harus mendasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Pertahanan dan Keamanan negara haruslah mendasarkan pada tujuan demi kepentingan rakyat sebagai warga negara. Pertahanan dan keamanan harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan dan Hankam diperuntukkan demi terwujudnya keadilan dalam masyarakat agar negara benar-benar meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan.

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi bangsa Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia. Dalam pengertian ini maka negara menegaskan dalam pokok pikiran ke IV bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa ", ini berarti bahwa kehidupan dalam negara mendasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan.



Pancasila sebagai Paradigma Reformasi

Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.

 Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem "Birokratik Otoritarian" dan suatu sistem "Korporatik". Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi pembangunan Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.

Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang artinya "make or become better by removing or putting right what is bad or wrong". Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.

 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.

Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum.
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terus-menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. sebagai Staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidaklegalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat .yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.

 Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan "homo homini lupus", manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Konvensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yangmenghasilkan ketetapan- ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi pembangunan
- TapNo.XI/MPR/1998tentangNegarabebasKKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- TapNo.XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR. 1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.


Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi " maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
.Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2. Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
4. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupunbersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.

Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi.

Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia, karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.


 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program "social safety net" yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.

2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan j antung perekonomian.
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi. 
Reaktualisasi Nilai-nilai Pancasila di Era Reformasi dan Era

Global
Di era reformasi dan era global ini kita menyaksikan seakan-akan Pancasila
begitu ‘hilang dari peredaran’, padahal ia sesungguhnya merupakan ideologi
bangsa/negara Indonesia yang terwujudkan sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia, dasar negara kesatuan Republik Indonesia, dan tujuan negara/bangsa Indonesia.
‘Kehilangan’ ini tampak pada adanya dua fenomena, sebagai contoh, berikut:
1. Dalam berpraktek politik kenegaraan, yang menonjol kini adalah aktualisasi
ideologi-ideologi-aliran/ideologi-ideologi-partisan yang ditunjukan oleh pribadipribadi,
partai-partai politik, ormas-ormas, daerah-daerah, dan lain sebagainya.
Mereka cenderung mendahulukan kepentingan pribadi, kelompok, golongan, atau
daerah daripada kepentingan bangsa dan negara untuk bersama-sama mengatasi
krisis bangsa yang multidimensional.
2. Dalam berpraktek ekonomi nasional, yang menonjol kini adalah aktualisasi jualbeli
uang, lobi bisnis politik-uang, perebutan jabatan publik ekonomis, dan lain
sebagainya yang ditunjukan oleh para konglomerat, para pialang saham (baik
pemain domestik maupun internasional), para politisi/partisan partai politik, atau
yang lainnya yang seringkali mengabaikan kepentingan yang lebih luas, lebih
besar, dan lebih jauh ke depan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Fenomena seperti itu, kemudian mengundang kita untuk berpikir: Bagaimana
mengatasinya? Secara ideologis, jawabannya adalah dengan cara reinterpretasi dan
reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. Agar reinterpretasi dan reaktualisasi Pancasila itu
tepat—yang pada akhirnya akan dapat memahami UUD 1945 secara benar—
Praksis Ekonomi Pancasila
Dalam sejarah pembangunan Ekonomi Pancasila sepanjang
berdirinya republik ini, praktek-prakteknya sangat jelas dalam usaha
pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Dalam hal ini ekonomi
Pancasila telah pula membuat tata kelola dan peran masing-masing
tiga pelaku ekonomi [Koperasi-BUMN-Swasta] dalam melaksanakan
amanat UUD-45.
Dalam perkembangan globalisasi seperti kita saksikan saat ini
ternyata tidak makin mudah menyajikan pemahaman tentang adanya
sistem ekonomi Indonesia. Kaum akademisi Indonesia terkesan makin
mengagumi globalisasi yang membawa perangai “kemenangan”
sistem kapitalisme Barat. Sikap kaum akademisi semacam ini ternyata
membawa pengaruh besar terhadap sikap kaum elit politik muda
Indonesia, yang mudah menjadi ambivalen terhadap sistem ekonomi
Indonesia dan ideologi kerakyatan yang melandasinya.26
Sedangkan di level UU kita dapat lacak mulai dari UU Koperasi
No. 25/92, UU Perusahaan Negara/1968, UU Bentuk Usaha
Negara/BUMN/1968, UU Perseroan Tarbatas/1969 dll. Sedangkan di
level Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan hukum bagi
tegaknya pelaksanaan ekonomi Pancasila antara lain; Inpres No. 2/1985
tentang Persusuan Nasional, KepMen Pertanian No.
105/KPTS/TN.320/2/1985 tentang pengembangan persusuan nasional,
Instruksi Mendagri No. 36/1985 tentang pembinaan petani ternak
perah.27
Agar kemiskinan dapat segera diatasi dan kemandirian bangsa
segera tercapai, kita memerlukan revitalisasi sistem ekonomi Pancasila.
Tetapi bagaimanakah caranya? Ada banyak pilihan, tetapi yang
mendesak dilakukan adalah, pertama, membuat undang-undang sistem
perekonomian nasional dan garis-garis besar arah strategi
pembangunan jangka panjang yang penerapannya disesuaikan dengan
keadaan ekonomi saat ini dan mendatang sesuai perintah UUD-45
dengan menampung lebih tegas dan jelas semua ciri-ciri sistem
ekonomi Pancasila. Kedua, menyempurnakan UU anti monopoli dan
persaingan tidak sehat menjadi UU kemitraan nasional terutama
dengan melakukan penajaman tata peran dan tata kelola pelaku
ekonomi [BUMN-Koperasi-Swasta] dan menjadikan kemitraan sebagai
26Sri-Edi Swasono, Sistem Ekonomi Indonesia, Makalah Seminar
Pendalaman Ekonomi Rakyat, Sistem Ekonomi Indonesia, Jakarta, 19 Februari
2002.
27Dalam penelitian Lembaga Managemen Fakultas Ekonomi UI, ada 18
Peraturan Pemerintah selama sepuluh tahun ejak 1979-1989 yang menjabarkan
Ekonomi Pancasila. Lihat, Studi Kasus Managemen KUD Setia Kawan, LPM-UI,
Jakarta, 1990, hal. 120-123
98
gerakan nasional. Ketiga, membangun resource-base industry yang
berdaya saing tinggi sebagai prioritas utama.
Keempat, pemberdayaan Koperasi agar berperan utama dalam
ekonomi rakyat. Kelima, memperkuat BUMN yang menguasai hajat
hidup orang banyak dan strategis agar berdaya saing tinggi dan
menjadi lokomotif ekonomi rakyat. Keenam, melakukan gerakan cinta
produksi dalam negeri. Ketujuh, melaksanakan gerakan produktifitas
dan efesiensi nasional. Kedelapan, menyegerakan reformasi birokrasi
guna mewujudkan pemerintahan bersih dan berwibawa.
Pembangunan Triple Strategy
Pendekatan yang paling realistik dalam pembangunan kita
adalah campuran; antara pasar dan campurtangan pemerintah. Dalam
hal ini kebijakan pemerintah yang paling mendesak adalah; 1). Pro
pertanian, kehutanan dan kelautan. 2). Pro poor [kaum miskin]. 3). Pro
pertumbuhan dan pemerataan. 4). Pro stabilitas. 5). Antisipasi jumlah
penduduk. Kebijakan-kebijakan harus menjadi ikhtiar untuk
empowering atau pemberdayaan potensi ekonomi dalam negeri dan
sejalan dengan cita-cita kita bersama agar bangsa ini menjadi bangsa
yang unggul.
Keputusan pemerintah untuk mengalokasikan belanja modal
BUMN kepada industri dalam negeri misalnya, langsung maupun tak
langsung akan menggerakkan sektor riil dan jasa termasuk untuk
menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.
Ada sekitar 600 perusahaan dalam negeri yang bisa mengajukan
penawaran produk barang dan jasanya bagi pembangunan proyek
baru kepada BUMN. Beberapa produksi industri strategis nasional
yang sudah dikenal di luar negeri antara lain PT PAL, PT Dirgantara
Indonesia, PT Krakatau Steel, dan lainnya. Indonesia juga memiliki
industri kimia, komponen alat berat, mesin, kelistrikan, dan
pengeboran yang kualitas produknya tak kalah dengan produk asing.
Jika kelak semua atau sebagian besar industri dalam negeri menjadi
pemasok kebutuhan belanja dari 258 BUMN, hal itu akan menjadi
catatan sejarah dalam perekonomian Indonesia.
Pembelian kembali Indosat dari STT juga merupakan keputusan
yang tepat, mengingat peran sektor telekomunikasi yang sangat
strategis bagi negara dan bangsa. Telekomunikasi adalah salah satu
sektor ekonomi yang menguasai hajat orang banyak dan karena itu
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika menjadi
anggota MPR (1999-2004) penulis termasuk sebagai salah seorang yang
mengusulkan dan merumuskan ketetapan MPR agar Indosat dibeli
kembali.
99
Tentu akan ada biaya yang jauh lebih besar yang harus
dikeluarkan oleh pemerintah dibanding pada saat menjual Indosat
pada 2003 lalu. Namun akan lebih baik rugi di awal ketimbang
menyesal di belakang hari. Apalagi Indosat mampu memberikan
penghasilan yang sama besarnya dengan hasil penjualan saham
kepada STT mengingat perolehan laba yang rata-rata mencapai Rp 1,5 triliun per tahun.















KESIMPULAN

Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a. susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.